Konferensi Wali Gereja Indonesia Dukung Pernikahan Beda Agama
MAHKAMAN Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dengan ...

http://sandsalfatih.blogspot.com/2014/11/konferensi-wali-gereja-indonesia-dukung.html
MAHKAMAN Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dengan agenda mendengarkan keterangan perwakilan pemuka agama pada Selasa (24/11), di ruang sidang Pleno MK.
Demi menjunjung tinggi asas keadilan dan persamaan di mata hukum, kali ini MK mengundang tiga kelompok agama untuk mengutarakan pendapat masing-masing dalam pengujian perkara ini.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Arief Hidayat, perwakilan dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), memberikan pandangan berbeda terkait ketentuan perkawinan beda agama yang digugat oleh mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Mendukung opini dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang telah disampaikan pada sidang sebelumnya, perwakilan KWI, Romo Purbo Tantomo, menyampaikan bahwa perkawinan sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia yang berjalan dinamis.
“Perkawinan dilangsungkan untuk meraih kebahagiaan dan siapapun kita tidak berhak untuk melawan kehendak Tuhan. Secara khusus negara bertugas dalam memberikan perlindungan dalam keputusan individu untuk hidup secara berdampingan,” tukas Romo Purbo.
Menurut Romo Purbo, Negara tidak boleh mempersempit dan menghalang-halangi individu yang hendak menikah beda agama.
“Negara bertanggung jawab melindungi perkawinan dan keluarga, namun pada kenyataanya Pasal 2 Ayat 1 ketentuan tersebut banyak menyulitkan pasangan-pasangan yang ingin menikah,” ujar Romo Purbo.
“Menikah dan keyakinan adalah dua hal yang menyangkut hak pribadi, negara tidak boleh mengganggu atau bahkan membuat seseorang kehilangan salah satu haknya oleh sebab sesuatu hal yang seharusnya tetap bisa berjalan beriringan (menikah dan mempertahankan keyakinan-red),” tambah pemuka agama Katolik tersebut.
Secara khusus, Romo Purbo dalam pendapatnya juga mengapresiasi MK karena telah memberikan perhatian dan pelayanan terbaik untuk mengakomodasi kepentingan seluas-luasnya masyarakat Indonesia dalam perkara yang penting ini. MK memberikan ruang bagi semua pihak dengan mengundang dan meminta pendapat dari kelompok-kelompok agama yang secara umum mewakili opini masyarakat dalam perspektif keagamaan.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris MUI Luthfi Hakim menuturkan, pembukaan UUD 1945 yang menyebut dasar negara dan tujuan negara harus sesuai dengan Pancasila. Dengan begitu, setiap perundang-undangan wajib untuk mematuhi aturan hukum dalam agama. “Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,” terangnya.
Apalagi, lanjut dia, UU perkawinan ini disahkan jauh sebelum pemohon itu lahir. Namun, sayangnya karena kurangnya referensi, maka pemohon menafsirkan ayat dalam UU perkawinana itu secara absurd. “Seharusnya, mereka membaca dulu tafsir soal ayat-ayat tersebut,” paparnya.
Senada dengan MUI, Rais Syuriyah PBNU Ahmad Ishomuddin menjelaskan, pernikahan itu merupakan hal yang penting. Tidak hanya wajib dipertanggungjawabkan di depan manusia, tapi di depan Allah Subhanahu Wata’ala.
---------------------