SUAMI ATAU ORANG TUA?
Kebijakan bisa datang dari mana saja, namun kebijakan memilih tetaplah di tangan keluarga. Membina keluarga bukan hanya perkara menyatuk...

http://sandsalfatih.blogspot.com/2014/12/suami-atau-orang-tua.html
Kebijakan bisa datang dari mana saja, namun
kebijakan memilih tetaplah di tangan keluarga. Membina keluarga bukan
hanya perkara menyatukan dua hati dalam biduk rumah tangga. Melainkan
masih ada peran orang tua seiring kehidupan rumah tangga berlangsung. Pengaruh orang tua memang tak sedominan dulu, meski kebijakan lama masih sering diadu.
Adaptasi Memang Perlu
Perubahan status seringkali berimbas pada perpindahan posisi. Semula hanya bergantung pada orang tua kandung dalam rumah sendiri, kini harus membaur senyaman mungkin di rumah sang mertua. Pengaruh terbesar biasanya ditempa dari pihak istri, sebab nilai ketaatan istri dilihat dari sudut pandang mertua dan suami. Pertemuan antara menantu dan mertua merupakan hal baru yang mau tak mau harus dilalui. Maka bagi Umar, adaptasi menjadi fase awal yang perlu dituntaskan. Sejak awal pernikahan, Umar sudah mempertimbangkan kebijakan yang tepat untuk sang istri agar nilai taat berimbang antara suami dan mertua.
Selain itu, upaya ta’aruf lanjutan dalam koridor berumah tangga juga diperlukan. Alur ta’aruf tak sebatas terhadap suami, melainkan juga orang tua suami. Sebab perilaku istri terhadap mertua turut menjadi tanggung jawab suami selaku pemimpin keluarga. Umar pun memaklumi, saat sang istri belum sepenuhnya mampu mengikuti rangkaian kebijakan yang disusunnya. Bagi Umar, selama kebijakaan untuk taat dan menjaga rasa hormat sudah dilalui, maka kebijakan lain niscaya akan mudah mengikuti. Tentu dengan tetap dalam koridor aqidah dan syari’at yang dipegangnya sebagai ilmu berumah tangga.
Kebijakan Orang Tua
Kejelasan visi di awal merupakan sebuah komitmen adaptasi bagi diri dan pasangan. Namun terkadang visi berdua menjadi rancu karena campur tangan orang tua.
Menginjak usia pernikahan yang semakin menua, konflik mulai menguap. Salah satunya kebijakan dari orang tua yang dinilai kurang pas. Pendapat lama dengan basis pengalaman seringkali menjadi dominan di kehidupan rumah tangga sang anak. Orang tua memang punya hak untuk berpendapat selama itu baik jika diterapkan. Namun sebaliknya, pendapat pun bisa tertolak jika dinilai tak berterima.
Setelah berumah tangga kurang lebih 15 tahun perbedaan pendapat mulai muncul sebagai kendala di keluarga Umar. Dengan porsi yang melebar hingga pendidikan anak, orang tua seringkali turut berargumen. Berbasis pengalaman masa lalu, terkadang pendapat mereka sulit diterima bagi keluarga kecil yang dibina putranya. Orang tua menginginkan metode mendidik cucu sesuai dengan metodenya mendidik anak. Sementara Umar dan istri memiliki metode tersendiri yang dirasanya lebih baik.
Pengalaman serupa juga dialami keluarga Anggun. Sugesti positif dari orang tua masih sering mewarnai keutuhan rumah tangganya. Seiring waktu berjalan, kebijakan tak mengikat tersebut telah melonggar dengan sendirinya. Orang tua Anggun telah sepenuhnya percaya visi keluarga yang dibina menantunya akan berhasil seiring kedewasaan pasangan bertambah.
Di sisi lain, suami Anggun juga tak pernah memaksanya untuk taat. Bukan isyarat untuk melanggar syariat, melainkan karena kadar kepercayaan yang lebih pada sang istri. Kelonggaran dari suami pun tak lantas membuatnya lengah untuk taat. Karena memang sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk taat pada pemimpin keluarga sebagaimana impian setiap muslimah.
Bijak Memihak
Perbedaan kebijakan dengan orang tua bisa menjadi pemicu konflik berumah tangga. Jika kedua belah pihak saling didominasi oleh ego pribadi, langkah untuk bahagia menjadi tersendat. Padahal bagi orang tua, berpendapat menjadi wajar sebagai wujud perhatiannya terhadap kehidupan rumah tangga putranya. Di mata anak, terkadang kebijakan orang tua dinilai kurang pas dengan visi keluarga.
Inilah mengapa Anggun memilih langkah bijak dalam menghadapi dilema kebijakan orang tua sendiri dan suami. Perbedaan kebijakan menjadi sebuah keniscayaan untuk dihadapi dengan langkah bijak. Hal tersebut bukan untuk dihindari atau diacuhkan sebab peran sebagai anak masih kuat dipegangnya. Ketaatan terhadap orang tua masih menjadi poin penting yang diutamakan meski tak lebih dari nilai ketaatan terhadap suami. Karenanya, ia memilih untuk tetap menyehatkan komunikasi dengan orang tua tanpa mengurangi nilai ketaatan terhadap suami.
Sebagaimana Anggun, sekalipun sudah berumah tangga, Umar pun berusaha menjaga komunikasi dengan tetap menghargai kebijakan terbaik menurut versi orang tua. Meski ketaatan untuk mengikuti akan berkurang jika memang tak sesuai dengan koridor yang ditetapkannya bersama pasangan. (SUMBER:majalah embun)
.............
Adaptasi Memang Perlu
Perubahan status seringkali berimbas pada perpindahan posisi. Semula hanya bergantung pada orang tua kandung dalam rumah sendiri, kini harus membaur senyaman mungkin di rumah sang mertua. Pengaruh terbesar biasanya ditempa dari pihak istri, sebab nilai ketaatan istri dilihat dari sudut pandang mertua dan suami. Pertemuan antara menantu dan mertua merupakan hal baru yang mau tak mau harus dilalui. Maka bagi Umar, adaptasi menjadi fase awal yang perlu dituntaskan. Sejak awal pernikahan, Umar sudah mempertimbangkan kebijakan yang tepat untuk sang istri agar nilai taat berimbang antara suami dan mertua.
Selain itu, upaya ta’aruf lanjutan dalam koridor berumah tangga juga diperlukan. Alur ta’aruf tak sebatas terhadap suami, melainkan juga orang tua suami. Sebab perilaku istri terhadap mertua turut menjadi tanggung jawab suami selaku pemimpin keluarga. Umar pun memaklumi, saat sang istri belum sepenuhnya mampu mengikuti rangkaian kebijakan yang disusunnya. Bagi Umar, selama kebijakaan untuk taat dan menjaga rasa hormat sudah dilalui, maka kebijakan lain niscaya akan mudah mengikuti. Tentu dengan tetap dalam koridor aqidah dan syari’at yang dipegangnya sebagai ilmu berumah tangga.
Kebijakan Orang Tua
Kejelasan visi di awal merupakan sebuah komitmen adaptasi bagi diri dan pasangan. Namun terkadang visi berdua menjadi rancu karena campur tangan orang tua.
Menginjak usia pernikahan yang semakin menua, konflik mulai menguap. Salah satunya kebijakan dari orang tua yang dinilai kurang pas. Pendapat lama dengan basis pengalaman seringkali menjadi dominan di kehidupan rumah tangga sang anak. Orang tua memang punya hak untuk berpendapat selama itu baik jika diterapkan. Namun sebaliknya, pendapat pun bisa tertolak jika dinilai tak berterima.
Setelah berumah tangga kurang lebih 15 tahun perbedaan pendapat mulai muncul sebagai kendala di keluarga Umar. Dengan porsi yang melebar hingga pendidikan anak, orang tua seringkali turut berargumen. Berbasis pengalaman masa lalu, terkadang pendapat mereka sulit diterima bagi keluarga kecil yang dibina putranya. Orang tua menginginkan metode mendidik cucu sesuai dengan metodenya mendidik anak. Sementara Umar dan istri memiliki metode tersendiri yang dirasanya lebih baik.
Pengalaman serupa juga dialami keluarga Anggun. Sugesti positif dari orang tua masih sering mewarnai keutuhan rumah tangganya. Seiring waktu berjalan, kebijakan tak mengikat tersebut telah melonggar dengan sendirinya. Orang tua Anggun telah sepenuhnya percaya visi keluarga yang dibina menantunya akan berhasil seiring kedewasaan pasangan bertambah.
Di sisi lain, suami Anggun juga tak pernah memaksanya untuk taat. Bukan isyarat untuk melanggar syariat, melainkan karena kadar kepercayaan yang lebih pada sang istri. Kelonggaran dari suami pun tak lantas membuatnya lengah untuk taat. Karena memang sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk taat pada pemimpin keluarga sebagaimana impian setiap muslimah.
Bijak Memihak
Perbedaan kebijakan dengan orang tua bisa menjadi pemicu konflik berumah tangga. Jika kedua belah pihak saling didominasi oleh ego pribadi, langkah untuk bahagia menjadi tersendat. Padahal bagi orang tua, berpendapat menjadi wajar sebagai wujud perhatiannya terhadap kehidupan rumah tangga putranya. Di mata anak, terkadang kebijakan orang tua dinilai kurang pas dengan visi keluarga.
Inilah mengapa Anggun memilih langkah bijak dalam menghadapi dilema kebijakan orang tua sendiri dan suami. Perbedaan kebijakan menjadi sebuah keniscayaan untuk dihadapi dengan langkah bijak. Hal tersebut bukan untuk dihindari atau diacuhkan sebab peran sebagai anak masih kuat dipegangnya. Ketaatan terhadap orang tua masih menjadi poin penting yang diutamakan meski tak lebih dari nilai ketaatan terhadap suami. Karenanya, ia memilih untuk tetap menyehatkan komunikasi dengan orang tua tanpa mengurangi nilai ketaatan terhadap suami.
Sebagaimana Anggun, sekalipun sudah berumah tangga, Umar pun berusaha menjaga komunikasi dengan tetap menghargai kebijakan terbaik menurut versi orang tua. Meski ketaatan untuk mengikuti akan berkurang jika memang tak sesuai dengan koridor yang ditetapkannya bersama pasangan. (SUMBER:majalah embun)
.............