Peran Ilmu Dalam Kehidupan Sehari-hari
Penulis : Ustadz Zuhair Syarif Bumi tanpa cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati man...

http://sandsalfatih.blogspot.com/2013/11/fiqih-muamalah.html
Penulis : Ustadz Zuhair Syarif
Bumi
tanpa cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati manusia, tanpa
cahaya ilmu hati akan sakit dan mati. Di dalam hati seorang yang sakit,
terdapat dua kecintaan dan dua penyeru. Kecintaan terhadap syahwat-syahwat,
mengutamakannya dan semangat untuk melampiaskannya. Terdapat hasad, sombong,
bangga diri, suka popularitas dan suka membuat kerusakan di muka bumi dengan
kekuasaannya.
Dia akan diuji di antara dua penyeru kepada Allah dan
Rosul-Nya serta negeri akhirat dan penyeru kepada kenikmatan dunia yang fana.
Maka dia akan menjawab seruan itu mana yang paling dekat dengannya.
Seorang yang hatinya mati, dia tidak tahu tentang Rabb-nya,
tidak menyembah-Nya, tidak mencintai apa yang dicintai-Nya dan tidak mencari
Ridlo-Nya. Tetapi dia hanya menurti ambisi syahwat walaupun di sana akan
mendatangkan kemarahan Rabb-Nya. Dia tidak peduli apakah Rabb-Nya ridlo atau
murka yang penting dia telah melampiaskan syahwat dan keinginannya.
Rasa cinta, takut, pengharapan, keridloan, kemarahan,
pengagungan, dan kerendahan dirinya diperuntukkan kepada selain Allah. Jika
cinta, benci, memberi dan tidak memberi karena hawa nafsunya. Hawa nafsunyalah
yang paling dia utamakan dan paling dia cintai dibanding keriloan maulanya
(Allah Ta’ala). Maka jadilah hawa nafsu sebagai pimpinannya, syahwat sebagai
penuntunnya, kebodohan sebagai pengemudinya dan lalai sebagai kendaraannya.
Sebagai hati yang disinari oleh cahaya ilmu dan disirami
sejuknya ilmu, penyakit-penyakit yang berkarat di dalam hati akan terkikis dan
sirna, jadilah hati tersebut bersih, sehat dan selamat.
Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari setiap
syahwat yang selalu menyelisihi perintah dan larangan Allah, selamat dari
setiap syubhat (bid’ah) yang merancukan wawasannya, selamat dari kesyirikan dan
selamat dari berhukum kepada selain Rosul-Nya.
Dia selalu mengutamakan keridhoan-keridhoan Rabb-Nya
dengan segala cara. Rasa cinta, tawakal, taubat, takut, pengharapan dan
amalannya ikhlas hanya untuk Allah. Jika dia cinta, memberi dan tidak semuanya
karena Allah Ta’ala. Seorang yang mempunyai hati inilah yang selamat pada hari
kiamat.
Allah berfirman : “Pada hari yang tidak bermanfaat harta
tidak pla anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Q.S
Asy-Syu’ara : 88 – 89). (lihat Kitab Mawaridul Aman Al-Muntaqo min Ighotsatil
Lahafan fi Mashoyidis Syaithon karya Al-Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziah dengan
tulisan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Hal 33 – 37).
Demikian keadaan hati yang tidak disinari dan hati yang
selalu disinari dan disirami cahaya ilmu. Jelaslah bahwa ilmu itu sebagai obat
penyakit yang ada pada dada manusia. Allah Ta’ala berfirman : “Wahai manusia
sesungguhnya telah datang kepada kalian, pelajaran dari Rabb kalian dan
penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman.”(Q.S. Yunus : 57).
“Maka Mauidlah (pelajaran/ilmu) sebagai obat dari
kebodohan dan penyelewengan hati. Sesungguhnya kebodohan itu adalah penyakit,
obatnya adalah bimibngan’. Demikian penafsiran al Allamah Ibnu Qoyyim Al
Jauziyah Rahimahullah (lihat Kitab Mawarid hal 45).
Dengan ini wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki
atau perempuan, budak maupun orang merdeka untuk menuntut ilmu. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Menuntut ilmu adalah wajib atas
setiap muslim” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan dihasankan oleh
Imam Al-Mizzy).
Kemudian apa sebetulnya yang dimaksud engan ilmu yang
disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits tentang keutamaan dan kedudukan orang yang
mengilmuinya ? Al Imam Ibnu Hajar Al-Atsqolani rahimahullah menafsirkan ayt
yang dibawaka oleh Al-Imam Bukhori dalam shohihnya “Bab Keutamaan Ilmu” :
“Katakanlah (wahai Muhammad) Ya Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS Thoha :
114)
Beliau (Ibnu Hajar) berkata : “Ini dalil yang sangat
jelas tentang keutamaan ilmu, karena Allah tidak pernah menyuruh Nabi-Nya
Shalallahu’alaihi wasallam untuk meminta tambhan kecuali tambahan ilmu. Maksud
ilmu tersebut adalah ilmu syar’I, yang berfaedah memberi pengetahuan apa yang
wajib atas setiap mukallaf (muslim dan muslimah yang baligh) tentang perkara
agama,ibadah dan muamalahnya. Ilmu mempelajari tentang Allah dan sifat-sifatnya
dan apa yang wajib dia lakukan dari perintah-Nya serta mensucikannya dari
sifat-sifatnya dan apa yang tercela. Poros dari semua itu adalah ilmu tafsir,
ilmu Hadits dan ilmu Fiqh” (lihat Kitab Fathul Baari Syarah Shohih Bukhari
1/40).
Maka ilmu yang wajib kita pelajari adalah ilmu yang
mempelajari tentang Allah, Rasul-Nya, Agama-Nya dengan dalil-dalil (lihat kitab
Al-Ushuluts Tsalatsah karya Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahab bin
Sulaiman Bin Ali At-Tamimi Rahimahullah hal 1-3).
Belajar ilmu yang dimaksud di atas, harus bersumber dari
Al-Quran dan Hadits sesuai dengan pemahaman Salaf (para Sahabat Nabi
Shalallahu’alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik).
Sebagian Ahlul ilmu (para ulama) sepakat : “ilmu adalah firman Allah dan sabda
Rasul-Nya serta perkataan para sahabat tiada keraguan padanya”(lihat
Bahjatunnadlirin syarah Riyadlusshalihin karya Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali
Juz 2 Hal 462).
Al-Imam Al-Auza’I berkata “Ilmu adalah apa yang datang
dari sahabat-sahabat Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam dan sesuatu yang tidak
datang dari mereka, maka itu bukan ilmu.”(dikeluarkan oleh Ibnu Abdilbar dalam
kitab Al-Jaami’ 2/29)
Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari rahimahullah menyatakan, "Bahwa al-haq (kebenaran) adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah : sunnah (hadits) Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan Al-Jama'ah : kesepakatan (ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman." (Syarhus Sunnah hal 105 No. 105).
Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari rahimahullah menyatakan, "Bahwa al-haq (kebenaran) adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah : sunnah (hadits) Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan Al-Jama'ah : kesepakatan (ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman." (Syarhus Sunnah hal 105 No. 105).
Kesimpulan
Tuntutlah ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Dan hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang memakai ro'yu (pikiran), qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan Al-Quran dan Al-Hadits (lihat Syarhus Sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
Tuntutlah ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Dan hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang memakai ro'yu (pikiran), qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan Al-Quran dan Al-Hadits (lihat Syarhus Sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
Sebagaimana himbauan
seorang ulama dari kalangan Tabi'in Muhammad bin Sirrin rahimahullah :
"Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian
mengambil agama kalian."(diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqodimah
Kitab Shohihnya 1/14). Wallahu Ta'ala A'lam.